Pagi ini hujan tak juga
mau berhenti dari sore hari. “mungkin langit sedang bersedih” gumamku. Basah mendominasi
seluruh area kampus Universitas Negeri Padang. Pucuk dedaunan mulai menjadi
limbung terus-terusan diguyur hujan. Tanah becek dan terdapat banyak genangan
setinggi kira-kira 5 sampai 15 centimeter di tempat yang memiliki cekungan dan
tidak memiliki resapan yang baik.
Aku berdiam diri
didepan secretariat mahasiswa pecinta alam dan lingkungan hidup (mpalh) sambil
sibuk memainkan laptop yang dari malam tadi ramah menemaniku. Kubalas mention
yang masik di akun twitterku. Sesekali ketika jenuh kubuka halaman youtube dan
memainkan beberapa lagu. Dari yang bernada penuh romantisme di dalamnya, penuh
dengan aura semangat di warna music nya serta sesekali lagu-lagu tidak kukenal
penyanyinya juga kusetel. Berharap bosan hilang.
Ini memasuki bulan
ketiga aku di tanah sumatera. Setelah estafer dari lampung kemudian ke
Palembang dan berakhir di Padang. Awalnya aku berteman dengan Joel di
perjalananku. Namun, di lampung kita berpisah. Ia menuju timur untuk mendaki
gunung RInjani dan aku lebih terus ke barat berharap bisa kutapakkan kakiku
sejauh mungkin menuju nol kilometer atau bahkan ke Pulau Weh!
Di lampung aku betah
selama kurang lebih tiga minggu termasuk di dalamnya selama lima hari di pulau
Pisang. Aku tidur di secretariat Mapala Unila. Disana kukenal nama-nama
orang-orang baik yang kini secara sepihak sudah ku anggap saudaraku sendiri. Ada
Kiray, Lowo, Jangkrik, Bowline, Bawel, Aris dan lainnya. Dan juga beberapa para
sepuh anggota mapala Unila yang sempat aku kunjungi sewaktu diajak kiray dan
lowo.
Di kalangan Mapala di Lampung
sebutan untuk abang itu “kyai” diucap seperti kita menyebut kyai atau pemimpin
agama yangs sering berdakwah atau menjadi imam di mesjid. Sedangkan untuk kaka
wanita biasa dipanggil “kanjeng”. Memang terdengar lucu dan aneh. Namun, itulah
kebiasaan dan adat istiadat di sana. Sampai akupun sudah terbiasa memanggil
dengan Yai atau Jeng saja.
Semakin lama aku
berjalan jauh sampai ke Padang secara estafet dari Jakarta aku menyimpulkan
satu kalimat yang awalnya tak pernah aku fikirkan sedikitpun. Hidup bukan hanya
sekedar jalan-jalan atau naik gunung. Awalnya aku selalu beranggapan bahwa naik
gunung dan travelling adalah bukan lagi sebagai hobi melainkan lifestyle. Di sini
aku tersadar. Ada hal-hal lain yang perlu kita fikirkan selain hal tadi. Kalian
akan percaya hal itu ketika sudah lama sekali kalian pergi jauh dari rumah
kalian. Aku merasakan ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar