Jumat, 19 September 2014

Hidup Bukan Sekedar Travelling atau Naik Gunung

Pagi ini hujan tak juga mau berhenti dari sore hari. “mungkin langit sedang bersedih” gumamku. Basah mendominasi seluruh area kampus Universitas Negeri Padang. Pucuk dedaunan mulai menjadi limbung terus-terusan diguyur hujan. Tanah becek dan terdapat banyak genangan setinggi kira-kira 5 sampai 15 centimeter di tempat yang memiliki cekungan dan tidak memiliki resapan yang baik.

Aku berdiam diri didepan secretariat mahasiswa pecinta alam dan lingkungan hidup (mpalh) sambil sibuk memainkan laptop yang dari malam tadi ramah menemaniku. Kubalas mention yang masik di akun twitterku. Sesekali ketika jenuh kubuka halaman youtube dan memainkan beberapa lagu. Dari yang bernada penuh romantisme di dalamnya, penuh dengan aura semangat di warna music nya serta sesekali lagu-lagu tidak kukenal penyanyinya juga kusetel. Berharap bosan hilang.

Ini memasuki bulan ketiga aku di tanah sumatera. Setelah estafer dari lampung kemudian ke Palembang dan berakhir di Padang. Awalnya aku berteman dengan Joel di perjalananku. Namun, di lampung kita berpisah. Ia menuju timur untuk mendaki gunung RInjani dan aku lebih terus ke barat berharap bisa kutapakkan kakiku sejauh mungkin menuju nol kilometer atau bahkan ke Pulau Weh!

Di lampung aku betah selama kurang lebih tiga minggu termasuk di dalamnya selama lima hari di pulau Pisang. Aku tidur di secretariat Mapala Unila. Disana kukenal nama-nama orang-orang baik yang kini secara sepihak sudah ku anggap saudaraku sendiri. Ada Kiray, Lowo, Jangkrik, Bowline, Bawel, Aris dan lainnya. Dan juga beberapa para sepuh anggota mapala Unila yang sempat aku kunjungi sewaktu diajak kiray dan lowo.

Di kalangan Mapala di Lampung sebutan untuk abang itu “kyai” diucap seperti kita menyebut kyai atau pemimpin agama yangs sering berdakwah atau menjadi imam di mesjid. Sedangkan untuk kaka wanita biasa dipanggil “kanjeng”. Memang terdengar lucu dan aneh. Namun, itulah kebiasaan dan adat istiadat di sana. Sampai akupun sudah terbiasa memanggil dengan Yai atau Jeng saja.

Semakin lama aku berjalan jauh sampai ke Padang secara estafet dari Jakarta aku menyimpulkan satu kalimat yang awalnya tak pernah aku fikirkan sedikitpun. Hidup bukan hanya sekedar jalan-jalan atau naik gunung. Awalnya aku selalu beranggapan bahwa naik gunung dan travelling adalah bukan lagi sebagai hobi melainkan lifestyle. Di sini aku tersadar. Ada hal-hal lain yang perlu kita fikirkan selain hal tadi. Kalian akan percaya hal itu ketika sudah lama sekali kalian pergi jauh dari rumah kalian. Aku merasakan ini.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar