disana, kita menghabiskan waktu
mengumpulkan mozaik hidup yang tercecer
menyusun jalan hidup berbeda
namun tetap bersama
ketika deru hati gelisah menyambut esok
nasihat teman membangkitkan
tertawa riang menertawakan hal remeh temeh
bercerita tentang apapun
bahkan tentang semua, terlebih persahabatan
bersama,
kita lewati indahnya hari
bersama,
kita jalani terjalnya nasib
bersama,
kita bicarakan tentang esok
bersamamu selamanya.....
tak perduli apapun, tak perduli dimanapun, tak perduli kapanpun.
kita tetap bersama......
Minggu, 29 Desember 2013
Setitik Noktah dari MAHAMERU
kabut itu sedikit menebal,
ketika kaki kami melewatinya
udara itu lebih dingin ketika kami menyumbunya
dan sebuah tekad hanyalah sebuah tekad
ketika jiwa ingin menggapai singgasana awan
namun kaki letih dengan segala beban
ketika mata terbelalak puas badan ini ambruk
ranukumbolo akan selalu tenang,
ketika badai menerjang hutan pinus sekitarnya
oro-oro ombo akan selalu menampilkan kegersangannya yang dingin
dan badai pasir itu akan selalu berputar di titik tertinggimu
ketika kami terseok-seok menahan beban,
ketika udara dingin menguliti kulit kami,
ketika keletihan mengubur segala senyum dan tawa
namun, ketika hangatnya api menyala, disitu persahabatan kami berada.
ranupani, 18 Agustus 2009
ketika kaki kami melewatinya
udara itu lebih dingin ketika kami menyumbunya
dan sebuah tekad hanyalah sebuah tekad
ketika jiwa ingin menggapai singgasana awan
namun kaki letih dengan segala beban
ketika mata terbelalak puas badan ini ambruk
ranukumbolo akan selalu tenang,
ketika badai menerjang hutan pinus sekitarnya
oro-oro ombo akan selalu menampilkan kegersangannya yang dingin
dan badai pasir itu akan selalu berputar di titik tertinggimu
ketika kami terseok-seok menahan beban,
ketika udara dingin menguliti kulit kami,
ketika keletihan mengubur segala senyum dan tawa
namun, ketika hangatnya api menyala, disitu persahabatan kami berada.
ranupani, 18 Agustus 2009
Sebuah Puisi Untuk Wanita Perkasa (Ibu)
tangis itu telah berubah menjadi suatu suara tegas nan lantang
kulit halus telah menjadi otot-otot yang liat
manja itu hanya ada ketika sakit
dan belaian itu kini terbungkus oleh kulit yang telah tua
ada sebuah keindahan ketika kudengar petuahmu
terkadang kesal, terkadang bosan
namun suara itu adalah mercusuar, selalu benderang dalam pekat
tanpa dirasa, kumis ini mulai tumbuh
jakunpun mulai menonjol
pertanda siap menatang takdir
segala bekalmu telah siap menemaniku
di kala senja, ketika burung bersarang kembali
kau tatap mata anakmu ini, seolah menaruh harap.
seolah memaksa, tatapan itu nanar
mengharap aku tegak dan kuat menahan angin dari selatan ketika badai
waktu terlalu cepat meninggalkan aku
sebentarpun aku tak bisa rehat untuk melemaskan persendian
dan kini semua semakin renta
renta dan kemudian habis
kulit halus telah menjadi otot-otot yang liat
manja itu hanya ada ketika sakit
dan belaian itu kini terbungkus oleh kulit yang telah tua
ada sebuah keindahan ketika kudengar petuahmu
terkadang kesal, terkadang bosan
namun suara itu adalah mercusuar, selalu benderang dalam pekat
tanpa dirasa, kumis ini mulai tumbuh
jakunpun mulai menonjol
pertanda siap menatang takdir
segala bekalmu telah siap menemaniku
di kala senja, ketika burung bersarang kembali
kau tatap mata anakmu ini, seolah menaruh harap.
seolah memaksa, tatapan itu nanar
mengharap aku tegak dan kuat menahan angin dari selatan ketika badai
waktu terlalu cepat meninggalkan aku
sebentarpun aku tak bisa rehat untuk melemaskan persendian
dan kini semua semakin renta
renta dan kemudian habis
Kamis, 18 Juli 2013
Kenapa Saya Mendaki Gunung
Entah siapa yang pertama kali memulai naik gunung di dunia ini.
Siapapun itu nampaknya patut kita berikan penghargaan yang besar.
Mendaki
gunung dapat dikategorikan ke dalam
olahraga luar ruangan yang memiliki tingkat kesulitan yang dapat dikatakan gampang-gampang
susah. Dapat dikatakan gampang karena olahraga ini hanya mengandalkan sepasang
kaki kita. Namun, dapat dikatakan susah karena medan yang akan kita hadapi
berupa alam yang tidak dapat kita prediksikan fenomenanya.
Mendaki
gunung dikatakan gampang karena manusia normal pada umumnya bisa berjalan kaki
kecuali (maaf) para penyandang cacat. Setiap orang di dalam hidupnya pasti
pernah bahkan selalu setiap saat berjalan kaki. Kecuali dalam keadaan tidur
tentunya.
Susah
karena medan yang dihadapi berupa alam yang kondisinya dapat berubah dratis
dalam hitungan detik saja. Hujan deras, badai, meletusnya gunung, kebakaran
hutan dan fenomena lainnya ini yang tidak bisa kita hindari, namun, hanya bisa
kita minimalkan dampaknya. Kita dapat meminimalkan dampaknya dengan knowledge
atau ilmu pengetahuan yang kita miliki. Ini yang terkadang disepelekan oleh para
newbie yang mencoba mendaki gunung tanpa dibekali pengetahuan yang cukup,
sehingga hal yang terlihat sepele bisa menjadi malapetaka berdampak lepasnya
jiwa dari raga (meninggal)
Mendaki
gunung adalah suatu prosesi pencarian jati diri. Ada suatu jawaban-jawaban yang
berupa pesan tak tersirat dalam sebuah pendakian. Pesan-pesan tak tersirat itu
datang dari desiran angin yang membelai dedaunan, dari gemercik air hujan yang
membasahi padang rumput, dari kicauan burung, dari fenomena munculnya sang
fajar dan masih banyak lagi.
Dari
desiran angin yang membelai dedaunan kita dapat belajar tentang sebuah
kedamaian hati. Dari gemercik air hujan yang membasahi padang rumput kita bisa
belajar tentang indahnya suatu kesetiaan sang rumput yang menunggu hujan. Dari
kicauan burung-burung di kala pagi kita dapat belajar tentang sebuah kesungguhan
hati memikul tanggung jawab. Dari mentari terbit kita bisa belajar bahwa di
suatu esok yang nanti akan tiba, ada sebuah harapan dan sebuah cita-cita.
Ada
suatu ketenangan jiwa ketika saya berada di tengah-tengah alam. Ada puisi-puisi
indah yang mengalir begitu saja dari dalam sukma ketika berada di dalam
belantara. Dan, ketika melihat keindahan ciptaannya di alam terbuka, diam yang
kita lakukan seolah menjadi puisi cinta terindah yang pernah kita buat.
Saya
selalu merasa ingin mendaki gunung ketika keramaian dan ke-glamoran kota tak
mampu lagi memberikan kenyamanan yang bisa menentramkan hati saya. Biarpun
terkadang saya butuh keramaian untuk menghibur bathin saya, namun, nampaknya
ketenangan hakiki khas pegunungan mampu memberikan saya keheningan yang bisa
meramaikan hati saya.
Ketika orang-orang
selalu mencibir saya dengan kehidupan saya yang sekarang, alam dengan tangan
terbukanya menyambut saya lewat kabutnya yang tipis dan udaranya yang jernih.
Ketika orang yang sebelumnya mengasihi saya dengan rasa cintanya yang besar
kemudian tanpa saya duga-duga sebelumnya memilih untuk pergi meninggalkan saya,
saya hanya bisa pergi mendaki gunung untuk mengobati segala kesedihan yang saya
rasakan. Nampaknya alam tak pernah alfa memberikan kasih sayangnya untuk saya
dalam bentuk keindahan yang terpancar di dalam setiap inci tubuhnya. Di
dalam dekapan rimba belantara saya seperti merasa pulang kembali ke dalam rumah
yang sudah lama saya tinggalkan. Kenyamanan serta hangatnya suasana di dalamnya
selalu saya rindukan ketika saya lama tak mengunjunginya. Andaikan saja saya
tak memikirkan apa yang ada di kehidupan sehari-hari pada umumnya di kota, saya
mungkin ingin menetap selamanya di dalam hutan belantara seperti layaknya
tarzan.
Senin, 07 Januari 2013
SEMU
aku menunggumu,
seperti senja yang rindu malam
seperti retakan tanah yang rindu dicumbu hujan
sampai kabut menutupi lembah
rinduku akan seabadi edelweis
Langganan:
Postingan (Atom)